A.
Landasan Pendidikan [1]
Landasan pendidikan akan memberikan
pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia dan serentak dengan itu
mendukung perkembangan masyarakat , bangsa dan Negara. Sedangkan asas-asas
pokok pendidikan akan memberi corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan
itu, dan pada gilirannya, memberi corak pada hasil-hasil pendidikan itu yakni
manusia dan masyarakat Indonesia. Diantara Landasan pendidikan adalah:
1.
Landasan Filosofis
Terdapat kaitan yang erat antara
pendidikan dan filsafat, filsafat berusaha merumuskan citra manusia dan
masyarakat sedangkan pendidikan mencoba mewujudkan citra tersebut. Filsafat
pendidikan mencoba menjawab secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan
pokok seputar pendidikan seperti apa, mengapa, kemana, bagaimana dan
sebagainya, hal ini sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan
tindakan yang dilakukan dalam pendidikan, dikarenakan hasil pendidikan tidak
segera tampak sehingga setiap keputusan dan
tindakan harus diyakini kebenaranya dan ketepatannya meskipun hasilnya
masih belum bisa dipastikan.
Di Indonesia sendiri Pancasila bisa
digunakan sebagai landasan filosofis, dalam pasal 2 UU-RI No.2 Tahun 1989
menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan undang-undang
dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan
UU-RI No. 2 tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk
dalam bidang pendidikan adalah pengamalan pancasiladan untuk itu pendidikan
nasional mengusahakan antara lain: ”Pembentukan manusia pancasila sebagai
manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri” (Undang-Undang,
1992: 24),
Landasan filosofis dari pancasila
yang digunakan dapat pula disebut dengan 36 butir nilai-nilai pancasila,
diantaranya:
a.
Ketuhanan yang maha esa
1.
Percaya dan takwa kepada tuhan yang
maha esa dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.
Hormat menghormati dan bekerjasama
antara pemeluk agama dan pemeluk-pemeluk kepercayaan yang beerbeda-beda
sehingga terbina kerukunan hidup.
3.
Saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4.
Tidak memaksakan agama dan
kepercayaan terhadap orang lain.
b.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
1.
Mengakui persamaan drajat, hak dan
kewajiban antara sesama manusia.
2.
Saling mencintai sesame manusia.
3.
Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4.
Tidak semena-mena terhadap orang
lain.
5.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6.
Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
7.
Berani membela kebenaran dan
keadilan.
8.
Bangsa Indonesia merasakan dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu perlu dikembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
c.
Persatuan Indonesia
1.
Menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan, dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan.
2.
Rela berkorban untuk kepentingan
bangsa dan Negara.
3.
Cinta tanah air dan bangsa.
4.
Bangga sebagai bangsa Indonesia dan
bertanah air Indonesia.
5.
Memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka tunggal ika.
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
1.
Mengutamakan kepentingan Negara dan
masyarakat
2.
Tidak memaksakan kehendak terhadap
orang lain.
3.
Mengutamakan musyawarah dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.
Musyawarah untuk mufakat diliputi
rasa kekeluargaan.
5.
Dengan iktikad baik dan rasa
tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
6.
Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7.
Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggung jawabkan secara moralkepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
e.
Keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia
1.
Mengembangkan perbuatan-perbuatan
yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan bergotong
royong.
2.
Bersikap riil.
3.
Menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
4.
Menghormati hak-hak orang lain.
5.
Suka member pertolongan terhadap
orang lain.
6.
Menjahui sikap pemerasan terhadap
orang lain.
7.
Tidak bersikap boros.
8.
Tidak bergaya hidup mewah.
9.
Tidak melakukan perbuatan yang
merugikan kepentingan orang lain.
10.
Suka bekerja keras.
11.
Menghargai hasil karya orang lain.
12.
Bersama-sama mewujudkan kemajuan
yang merata dan berkeadilan social.
A.
Landasan sosiologi
Secara etimologi sosiologi berasal
dari bahasa Latin yaitu kata socious yang berarti teman, dan logos yang berasal
dari bahasa Yunani yang berarti pengetahuan. Secara istilah adalah ilmu yang
mempelajari hubungan manusia dalam kelompok. Landasan sosiologis pendididkan
adalah analisis ilmiah tentang proses social dan pola-pola interaksi social
didalam system pendidikan.
Ruang lingkup yang dipelajari dalam sosiologi pendidikan mencapai 4
bidang:
1.
Hubungan system pendidikan dengan
aspek masyarakat lain, yang mempelajari:
a.
Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.
b.
Hubungan system pendidikan dan
proses control social dan system kekuasaan.
c.
Fungsi system pendidikan dalam
memelihara dan mendorong proses social dan perubahan kebudayaan.
d.
Hubungan pendidikan dengan kelas social atau system
status.
e.
Fungsionalisasi system pendidikan
formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
2.
Hubungan kemanusiaan disekolah yang
meliputi:
a.
Sifat kebudayaan sekolah khususnya
yang berbeda dengan kebudayaan diluar sekolah.
b.
Pola interaksi social atau struktur
masyarakat sekolah.
3.
Pengaruh sekolah pada perilaku
anggotanya, yang mempelajari:
a.
Peranan social guru.
b.
Sifat kepribadian guru.
c.
Pengaruh kepribadian guru terhadap
tingkah laku siswa.
d.
Fungsi sekolah dalam sosialisasi
anak-anak.
4.
Sekolah dalam komunitas, yang
mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan sekelompok social lain dalam
komunitasnya, yang meliputu:
a.
Pelukisan tentang komunitas seperti
tampak dalam pengaruhnya terhadap orgasisasi sekolah.
b.
Analisis tentang proses pendidikan
seperti tampak terjadi pada system social komunitas kaum tidak terpelajar.
c.
Hubungan antara sekolah dan
komunitas dalam fungsi kependidikan.
B.
Landasan cultural
Pendidikan selalu terkait dengan
manusia, sedangkan setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan
pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No 2 tahun
1989pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan sisitem pendidikan
Nasional adalah adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia
dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Kebudayaan sendiri memppunyai arti
segala bentuk hasil karya cipta manusia.
Pendidika dan kebudayaan mempunyai hubungan
timbal balik, kebudayaaan dapat dikembangkan dan dilestarikan dari generasi kegenerasi
hanya melalui pendidikan, sedangkan bentuk, cirri-ciri, dan proses suatu pendidikan sangat ditentukan oleh budaya itu
sendiri.
Cara mewariskan kebudayaan ditempuh
dengan 3 cara yang umum digunakan, yaitu: Informal, nonformal dan formal.
Pendidikan informal tejadi dalam keluarga, nonforaml terjadi dalam masyarakat
dan yang berkrlanjutan dan berlangsung
dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan pendidikan formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk
tujuan pendidikan.
Salah satu upaya penyesuaian
pendidikan jalur sekolah dengan keragaman latar belakang social budaya
diIndonesia adalah dengan memberlakukan muatan local didalam kurikulum sekolah.
C.
Landasan Psikologi
Keberhasilan pendidik dalam
melaksanakan berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi oleh pemahamannya
tentang perkembangan peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik,
kita perlu memahami perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami
tingkah laku. Tingkah laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang
disebut sebagai psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia.
Pendidikan selalu melibatkan asspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis merupakan
salah satu landasan yang penting dalam pendididkan. Pemahaman peserta didik,
utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis
sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, seperti pengetahuan
tentang aspek-aspek pribadi, urutan dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan
konsep tentang cara-cara paling tepat untuk mengembangkannya.
Perkembangan peserta didik sebagai
landasan psikologis, peserta didik selalu dalam proses perubahan baik saat
tumbuh atau berkembang, ke 2 hal ini tidak dapt dipisahkan meskipun dapat
dibedakan, pertumbuhan terutama karena faktor internal sebagai akibat
kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan disebabkan karena
adanya pengaruh lingkungannya.
psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami
perilaku individu dalam proses pendidikan dan bagaimana
membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta mengatasi
permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah belajar
yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahan dan keterbatasan
pembelajaran yang dialami oleh siswa.
B.
Asas-Asas Pendidikan
1.
Asas
Tut wuri Handayani
Asas
tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Diknas pada awalnya merupakan
salah satu dari asas 1922 yakni : tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman
Siswa (didirikan 3 Juli 1922). Asas atau semboyan ini dikumandangkan oleh Ki
Hadjar Dewantara. dan mendapat dukungan dari positif dari Drs. RMP Sosrokartono
dengan menambahkan dua semboyan yaitu : Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya
Mangun Karsa. Ketiga semboyan itu telah menyatu menjadi satu kesatuan asas.
Asas
tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam
peri kehidupan umum.
Keadaan
yang dapat ditemukan dalam pendidikan berkaitan dengan asas ini antara lain :
a.
Peserta
didik mendapat kebebasan dalam memilih pendidikan dan keterampilan yang
diminati di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang disediakan sesuai
potensi, bakat, dan kemampuan yang dimiliki.
b.
Peserta
didik mendapat kebebasan memilih pendidikan kejuruan yang diminati agar
mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dan bidang yang diinginkan.
c.
Peserta didik yang memiliki kecerdasan luar
biasa mendapat kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan
yang diminati sesuai dengan gaya dan irama belajarnya.
d.
Peserta
didik yang memiliki keistimewaan atau kekurangan dalam fisik dan mental
memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang sesuai
dengan keadaanya.
e.
Peserta
didik di daerah terpencil mendapat kesempatan memperoleh pendidikan
keterampilan yang sesuai dengan kondisi daerahnya.
f.
Peserta
didik dari keluarga tidak mampu mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan
dan keterampilan sesuai dengan minat dan kemampuanya dengan bantuan dan dari
pemerintah masyarakat.
2.
Asas
Belajar sepanjang hayat
Istilah
belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan istilah “pendidikan seumur
hidup”. UNESCO Institute for Education menetapkan suatu definisi kerja yakni
pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus :
a. Meliputi
seluruh hidup setiap individu.
b. Mengarah kepada
pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara sistematis
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
c. Tujuan akhirnya
adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
d. Meningkatkan
kemampuan dan motivasi utnuk belajar mandiri.
e. Mengakui
kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang
formal, non formal dan informal.
Ada 2 misi yang
diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan seumur hidup
yaitu :: membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan serentak
dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis
belajar sepanjang hayat.
3.
Azas
Kemandirian dalam Belajar
Asas
ini tidak dapat dipisahkan dari 2 asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang
hayat. Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran
komunikator, fasiltator, organisator, dsb. Pendidik diharapkan dapat
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian rupa sehingga
memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber belajar tersebut.
HASIL PEMAHAMAN JURNAL
Penulis :
Drs. Zainul Arifin, Msi
Edisi :
Maret
Tahun :
2005
Judul :
Sikap Mental Guru Pendidikan Agama Islam
Nama jurnal : Jurnal Studi Islam
A.
Sikap Mental
Sikap
ini, dalam spektrum ilmu komunikasi akan
membawa pesan-pesan tertentu dari pemilik sikap yang disampaikan kepada obyek
tertentu dengan maksud-maksud tertentu pula.
B.
Sikap Mental Guru PAI
Guru
pendidikan agama islam dipandang berhasil dalam mengajar bila dapat bekerja
secara baik sehingga anak didiknya dapat berkembang sesuai dengan tujuannya.
Dalam pendidikan agama islam sikap mental merupakan faktor utama dan karena
sangat mempengaruhi kepada anak didiknya. Dalam khazanah falsafah jawa, guru
bermakna “gu”, digugu dan “ru”, ditiru. Artinya seorang guru itu akan digugu
(dihormati petuah-petuahnya) dan sekaligus ditiru segala apa yang melekat di
dalam dirinya.
v Syarat-syarat
yang ditetapkan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam untuk menjadi seorang
guru Pendidikan Agama Islam :
1. Memiliki
kepribadian mukmin dan muhsin.
2. Taat
untuk menjalankan agama.
3. Memiliki
jiwa pendidik dan kasih sayang kepada anak didiknya dan ikhlas jiwanya.
4. Mengetahui
dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan.
5. Mengetahui
pengetahun ilmu agama.
6. Tidak
mempunyai cacat jasmaniahdan rohaniah dalam dirinya.
v Menurut
Athiyah al Abrasyi yang merupakan ahli pendidikan di mesir, seorang guru agama
islam harus mempunyai sikap mental atau sifat-sifat :
1. Memiliki
sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dalam mengajar.
2. Seorang
guru harus bersih tubuhnya, jauh dari besar, sifat riya’, dengki permusuhan,
perselisihan dan sifat tercela lainnya.
3. Ikhlas
dalam kepercayaan, kejujuran seorang guru dalam pekerjaannya merupakan jalan
terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan sukses murid-muridnya.
4. Seorang
guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya.
5. Seorang
guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya
sendiri.
6. Seorang
guru harus memiliki tabiat, pembawaan, kebiasaan, rasa dan pemikiran
murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam dalam mendidik murid-muridnya.
7. Seorang
guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya.
Hasan Langgulung mengatakan :
“Dalam paradigma Jawa pendidik
diidentikkan dengan guru artinya digugu dan ditiru. Namun dalam paradgma baru
pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengajar tetapi juga sebagai motivator
dan fasilitator proses belajar mengajar yaitu relasi aktualisasi sifat-sifat
ilahi manusiadengan cara aktualisasi potensi-potensi manusia untuk mengimbangi
kelemahan-kelemahan yang dimiliki.”
Uraian tentang sikap mental guru
Pendidikan Agama Islam berdasarkan hal di atas adalah sebagai berikut :
1.
Takwa kepada Allah SWT.
2.
Sehat jasmani rohani.
3.
Berilmu pengetahuan sesuai dengan profesi
guru.
4.
Mencintai jabatannya sebagai guru.
5.
Berwibawa.
6.
Bersifat sabar dan ikhlas berkorban.
7.
Manusiawi dan bersifat pemaaf.
8.
Bersikap adil terhadap sesame murid.
9.
Periang dan gembira.
Jika
seorang guru Pendidikan Agama Islam mempunyai sikap mental seperti tersebut di
atas, maka akan menggambarkan profil seorang guru Pendidikan Agama Islam yang
merasa dan dapat melaksanakan tanggung
jawab terhadap pendidikan anak sekolah. Disamping itu guru Pendidikan Agama
Islam harus mempunyai sifat keteladanan bagi murid-muridnya dan mengkaitkan
penanaman nilai keimanan dan akhlak yang sesuai dengan ajaran islam dan di luar
sekolah pun guru hendaknya diakui oleh masyarakat sebagai pendidik.
C.
Penutup
Dengan
berbekal kesadaran akan kebutuhan penguatan sumberdaya manusia dalam jangka
panjang, maka memang selayaknya pembenahan awal yang harus dilakukan, khususnya
dalam dunia pendidikan adalah bagaimana menyiapakan generasi yang memiliki
talenta brilian dalam pemahaman dan amaliyah agamanya.
Sebagai
pencetak “kotak hitam” dari tip jiwa manusia, maka seharusnya guru PAI juga
harus memiliki jiwa yang baik. Apakah mungkin seorang petani yang tidak
memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam olah taanaman, mampu menghasilkan
hasil pertanian yang berasal dari bibit yang sangat bervariasi. Walaupun
kondisi mental dari para guru bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi proses
dan hasil pendidikan, namun itu merupakan kunci keberhasilan pendidikan.
A. Kesimpulan
a. Pemahaman dari Buku
Bahwasanya landasan
pendidikan akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia
Indonesia dan serentak dengan itu mendukung perkembangan masyarakat , bangsa
dan Negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus
dalam penyelenggaraan pendidikan itu, dan pada gilirannya, memberi corak pada
hasil-hasil pendidikan itu yakni manusia dan masyarakat Indonesia. Dalam pembentukan manusia Indonesia
menggunakan beberapa landasan pendidikan diantaranya, Landasan Filosofis, Landasan
cultural, Landasan Psikologi.
b. Pemahaman dari Jurnal
Mental Guru dalam pembentukan manusia indonesia sangat
berpengaruh karena gurulah yang patut untuk ditiru dan digugu jika seorang guru
metalnya lemah bagaimana cara mengajar terhadap murid-muridnya.
Dan dijelaskan dalam paradigma Jawa
pendidik diidentikkan dengan guru artinya digugu dan ditiru. Namun dalam paradigma baru pendidik tidak hanya bertugas
sebagai pengajar tetapi juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar
mengajar yaitu relasi aktualisasi sifat-sifat ilahi manusia dengan cara aktualisasi potensi-potensi
manusia untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
c. Pemahaman pemakalah
Dalam pembentukan manusia indonesia tidak
tertuju terhadap landasan-landasan pendidikan tapi dalam pembentukan manusia
indonesia mental guru, motivator dan fasilitator preses belajar mengajar yaitu
relasi aktualisasi
sifat-sifat ilahi juga berpengaruh terhadap pembentukanya.
Belajar tak
kenal usia
Sorang yang tidak mengenal usia tidak lelah-lelahnya untuk minimba ilmu walau usia
sudah tua tetap ingin bisa.
Cara mendidik anak usia dini
Seorang guru yang turun lanpangan untuk mengenalkan
seorang anak dengan suasana alam dan dengan suasana alam seperti itu anak
langsung bisa mengerti yang diajarkan oleh gurunya.
Dafatar Pustaka
Hasan,
Fuad. Dasar-dasar Kependidikan : Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta,
1996.
Tirtarahardja
Umar, dkk., Pengantar Pendididkan. Jakarta: Rineka Cipta, 2008